Selasa, 18 Oktober 2011

Kasus Broken Home

Contoh kasus dari suami Istri yang hendak mengajukan gugatancerai pada istrinya di Pengadilan Negeri (PN), adapaun data/identitasnya adalahsebagai berikut :

Nama : Dodi Hermawan
Umur : 36th
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Seorang PengusahaStatus : MenikahAnak : Belum punya anak


Cerita Permasalahan / Kronologis:
Dodi Hermawan (Dodi) menikah di Jakarta dengan istrinya yang seorang Dokter bernama Dr Wani Lilianti. Belum dikaruniai anak. Dodi sangat keberatan dengan kegiatan tugas kerja istrinya, dimana istrinya selalu pergi tugas ke luar kota sehingga tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Dodi merasa sudah cukup memberi pengertian dan bersabar terhadap kegiatan istrinya tersebut. Namun selayaknya seorang suami, Dodi merasa berhak memberikan nasihat dan menuntut perhatian istrinya, tetapi istrinya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dikatakan suaminya itu. Sampai akhirnya, pada suatu saat dimana Dr. Wani yang baru pulang tugas dari luar kota, tiba-tiba harus berangkat lagi ke Aceh dan meninggalkan suaminya untuk kesekian kali. Pada kejadian itu, Dodi memberikan ultimatum, dimana jika istrinya tetap pergi ke Aceh maka Dodi akan melayangkan gugatan cerai padanya. Saat itu, Dr. Wani tetap pergi ke Aceh.


Komentar:
Ini merupakan contoh ketidakharmonisan keluarga yang menyebabkan terjadinya perceraian. Hal seperti ini banyak terjadi dan menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perceraian. Pernikahan itu sendiri merupakan sebuah wadah untuk menyatukan dua orang dalam satu ikatan yang sah. Memang kalau dilihat buktinya hanyalah perjanjian di atas kertas namun seharusnya kedua belah pihak menyadari bahwa dirinya terikat sebuah komitmen serius dimana harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.
Seorang istri seharusnya menyadari kodratnya sebagai ibu rumah tangga yang harus melayani suaminya di rumah. Seharusnya dia men-support sang suami dan tidak memprioritaskan karirnya saja. Karir tanpa didukung oleh keluarga tidak akan ada artinya.
Inti permasalahan disini adalah kurangnya komunikasi dan rasa saling hormat kepada pasangan. Penyebabnya bisa karena pergaulan sekarang yang terlalu bebas dan kurang sadarnya seseorang terhadap kodratnya. Peran suami sebagai kepala rumah tangga tidaklah menjadi sesuatu yang istimewa bagi pasangannya. Begitu pula dengan sang istri yang telah lupa akan adanya sebuah ikatan suci kepada pasangannya dan lebih memilih bebas seperti masa mudanyadulu. Namun tidak bisa disalahkan siapa yang yang salah dan siapa yang benar karena harus dilihat kembali aspek-aspek penyebab lainnya. Dengan demikian barulah bisa diketahui inti permasalahan yang mereka hadapi.

Kasus Seks Bebas

Hidayatullah.com–Sebanyak 30 persen pelajar di Kota Sukabumi, Jawa Barat, diduga telah melakukan seks bebas. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat sepanjang tahun 2007.
Umumnya, para remaja ini menganggap prilaku seks bebas sebagai gaya hidup atau bagian dari pergaulan. Perilaku ini diduga sebagai salah satu pemicu tingginya kasus penyebaran HIV Aids di Kota Sukabumi selama tujuh tahun terakhir yang mencapai 206 kasus.
Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) dr Rita Fitrianingsih mengatakan, perilaku seks bebas ini telah melibatkan pelajar yang bukan hanya berasal dari tingkat SMU saja tapi juga kalangan pelajar SMP.

“Penelitian yang kami lakukan dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat, menunjukan perilaku seks bebas ini telah dianggap sebagai pergaulan bagi kalangan pelajar. Ini jelas menjadi kerisauan bagi para orangtua sebab perilaku tersebut sangat rawan terjadinya penyebaran penyakit menular,” kata Rita Fitrianingsih kepada wartawan usai mengikuti seminar sehari tentang bahaya HIV/Aids di Aula pertemuan Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Kota Sukabumi, Ahad (20/1/2008).

Lebih lanjut Rita menjelaskan, jumlah kasus pengguna narkoba sepanjang tahun 2007 mencapai 900 orang. Dari jumlah itu, 90 persen pengguna yang telah menjalani rehabilitasi di antaranya, diketahui telah kembali aktif menggunakan narkoba. Hal ini diduga akibat tingginya distribusi narkoba di wilayah Kota Sukabumi.

Masih ditahun 2007, dinas kesehatan kembali menemukan kasus baru dalam hal penyebaran virus HIV Aids, yakni sebanyak 44 kasus. Jumlah temuan kasus baru ini, tutur Rita, jauh lebih rendah dari jumlah temuan kasus baru pada tahun 2006 yang mencapai 94 kasus.

“Untuk temuan baru kasus HIV Aids pada tahun 2007 sebanyak 44 kasus dengan kasus kematian sebanyak 24 kasus. Angka temuan kasus baru itu lebih rendah ketimbang temuan kasus pada tahun 2006. yang mencapai 94 kasus. Secara akumulasi jumlah penderita HIV Aids selama tahun 2000-2007 mencapai 206 kasus,” papar Rita.

Untuk meminimalisir dampak buruk narkoba, Dinas kesehatan Kota Sukabumi tengah menjalankan program pertukaran jarum suntik atau Needle Exchange.


Komentar:
Semakin berkembang zaman, semakin sulit pula mengendalikan perilaku manusianya. Budaya barat semakin mudah masuk ke Indonesia tanpa proses penyaringan yang ketat dari orang tuanya. Media masa, pergaulan teman sekitar, dan lemahnya pendidikan agama membuat rusak para remaja di Indonesia.

Contohnya pada kasus di atas, tingginya pergaulan seks bebas di kalangan para remaja menjadi berkembang. Sunggung sangat disayangkan kalau para orang tua tidak sempat mencegah hal ini. Mereka seorang remaja yang belum menemukan jati dirinya. Yang mereka rasakan sekarang hanyalah perasaan sesaat yang akan disesali di kemudian hari. Kepolosan yang dimiliki menjadi sebuah jalan yang terbentang lebar untuk para lelaki pencinta nafsu sesaat. Dan kembalilagi pada kebudayaan, budaya seks bebas bukanlah budaya yang dianut oleh para orang timur. Itu adalah budaya orang barat dimana tidak adanya aturan jelas yang terikat agar mereka tidak melakukan hal tersebut. Ujung-ujungnya sekarang meningkat penderita HIV/AIDS. Lagi-lagi yang merugi adalah remaja tersebut.

Kasus Kemiskinan

indosiar.com Meski pemerintah sering menyatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, khususnya warga miskin, masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Ironisnya, kartu Gakin (keluarga miskin) terkadang tidak bisa lagi dijadikan jaminan bisa memuluskan terjaminnya kesehatan ke rumah sakit.

Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhankesehatannya oleh rumah sakit.

Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus(kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besaruntuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.

Pemerintah pun telah memberikan anggaran besar bagi kesehatan masayarakat termasuk warga warga miskin. Tahun 2004 saja dana yang dialokasikan Rp 65 miliar. Untuk tahun 2005 dana yang dianggarkan naik hingga Rp 100 miliar. Bahkan anggaran kesehatan nilainya bertambah di tahun 2007 menjadi Rp 15 trilyun.

"Kemana saja dana untuk warga miskin ini kalau kenyataannya warga miskin masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan," kata Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen KesehatanIndonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta saat dihubungi di Jakarta.
"Dari hasil penelitiannya 6 tahun lalu di Jakarta, kartu Gakin yang seharusnya milik wargamiskin malahan diperjualbelikan. dengan kisaran harga Rp 150.000 hingga Rp 300.000," lanjutnya.

Marius menambahkan, kendati survey itu telah dilakukan 6 tahun lalu, namun kenyataan itu sekarang masihbanyak warga miskin yang sulit mendapatkan kartu Gakin. Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena orangtuanya tidak punya kartu Gakin.

"Mereka ini sudah miskin harus disuruh membuat kartu Gakin. Membuat kartu Gakin itu butuh proses dan itu berarti perlu modal uang. Sebaiknya kartu Gakin dibuat langsung oleh Ketua RTsetempat dimana dia sendiri yang tahu persis berapa banyak warga miskin di wilayahnya dan siapa saja. Tidak adanya kartu Gakin akhirnya membuat banyak warga miskin berobat dengan Surat Keterangan Tidak Mampu atau SKTM," katanya.


Komentar:
Peristiwa seperti ini sangat disayangkan bisa terjadi di Indonesia. Janji pemerintah untuk berusaha memberikan perlindungan terhadap warga negaranya justru disalahgunakan olehmember pemerintah itu sendiri. Anggaran dana yang selama ini sudah disiapkan akhirnya tidak sampai juga ke tangan yang membutuhkan. Kejadian ini bisa disebabkan oleh 2 faktor yaitu kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan instansi kesehatan atau tata cara pengurusan yang sebenarnya seperti apa. Bisa saja kesalahan memang dari si pasien yang sering kali malas mengurus surat keterangan. Atau bisa juga kesalahan memang dari instansi rumah sakit yang tidak mau menerima pasien miskin karena pembayarannya yang sulit dan tidak mendatangkan profit bagi perusahaan tersebut.

Selasa, 11 Oktober 2011

Anak SMA VS Wartawan

Bentrok SMA 6 Mahakam Dengan Wartawan – Hari Senin, tanggal 19 September 2011, dunia jurnalis sedang bersedih. Hal itu dikarenakan aksi mereka yang berusaha memperjuangkan nasib sesama wartawan, yakni Oktaviardi, malah berakhir bentrok dengan murid siswa SMA 6 Mahakam. Banyak korban luka pada kejadian tersebut, baik itu dari pihak wartawan maupun dari pihak siswa. Dengan puluhan wartawan yang bentrok dengan ratusan siswa tersebut, maka insan pendidikan pun terasa tercoreng dengan kejadian tersebut.

Seperti kita ketahui, kronologis kejadian itu adalah berawal dari salah satu wartawan Trans 7, yang bernama Oktaviardi, berusaha meliput berita dan mencari informasi tentang aksi tawuran antara siswa SMA 6 dengan SMA 70. Pada waktu aksi peliputan itu, kamera sang wartawan dan dia juga dikeroyok. Oleh karena itu, karena merasa senasib sebagai wartawan, para wartawan pun melakukan aksi damai dan hanya meminta pihak sekolah untuk bertanggung jawab, terutama terhadap pelaku perampasan dan pengroyokan itu.

Pada saat melakukan aksi tersebut, para wartawan menunggu Oktaviardi yang sedang mengidentivikasi si perampas tersebut. Ketika menunggu itulah, terjadi aksi olok-mengolok antara wartawan dan siswa. Kesabaran para wartawan sudah habis, tatkala para siswa mulai menyerang mereka dengan melempari botol aqua maupun balok kayu. Dan inilah awal mula bentrokan terjadi, yang aksi ricuh itu kabarnya meluas sampai terminal blok M. Karena lokasi kejadian yang lebih menguntungkan siswa, dan juga jumlah siswa yang jauh lebih besar, maka korban dari para wartawan cukup banyak. Para korban dari pihak wartawan diantaranya adalah Yudistiro Pranoto (fotografer Seputar Indonesia), Panca Syurkani (fotografer Media Indonesia), Septiawan (fotografer Sinar Harapan), Doni (Trans TV), Banar Fil Ardhi (wartawan Kompas).

Sungguh ironis memang. Di saat sekolah mereka diliput karena aksi tawuran, bukannya berusaha memulihkan nama baik sekolah, malah berbuat anarkisme. Wartawan adalah seorang kuli tinta, mereka bekerja untuk mencari berita, bukan untuk mencari derita. Sekolah adalah media pendidikan untuk belajar mencapai cita-cita, bukan media penyalur sengsara. Apalagi SMA 6 yang konon terkenal karena seringnya aksi tawuran, apakah mereka bangga dengan aksi-aksi seperti itu? Bangga dan carilah prestasi di bidang yang sesuai, bukan anarki.

Buat para wartawan, sebaiknya juga dijadikan pelajaran juga agar kedepannya lebih dapat berhati-hati dalam meliput berita. ABG adalah manusia yang labil jiwanya dan kedewasaan sifat juga masih belum maksimal, dan memilih identitas. Semoga dengan kasus ini para wartawan juga dapat mengambil hikmahnya.

Komentar:

Buat para wartawan, sebaiknya hal ini dijadikan pelajaran agar kedepannya lebih dapat berhati-hati dalam meliput berita. ABG adalah manusia yang labil jiwanya. Dalam segi kedewasaan pun masih belum maksimal dan memilih identitas. Semoga dengan kasus ini para wartawan juga dapat mengambil hikmahnya.

Tawuran antar Warga

CIREBON- Puluhan rumah rusak dan seorang menderita luka bacok akibat tawuran antar-warga RW 07 Karang Mekar, Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, dini hari tadi sekira pukul 01.15 WIB.

Korban luka diketahui bernama Dian (25), warga RW 04 Pancuran, Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon. Sementara puluhan rumah di RT 07 Karang Mekar, rusak, Selasa (23/8/2011).

Berdasarkan informasi, tawuran diduga berawal dari ketersinggungan dua kelompok pemuda asal Kampung Pancuran. Peristiwa bermula dari pengaduan seorang perempuan kepada kekasihnya karena merasa dilecehkan setelah digoda sekelompok pria.

Selanjutnya kedua kelompok pemuda saling berhadapan hingga terjadi penyerangan. Akibat tawuran, seorang warga Dian harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka bacok di bagian kepala.

Warga lain Alex membeberkan peristiwa tersebut. Massa yang tak terhitung jumlahnya membuat dia tak sampai melihat pelaku pembacokan. Usai tawuran, warga mengumpulkan sisa-sisa tawuran yang berceceran. Mereka menemukan batu hingga pecahan botol yang diduga digunakan sebagai senjata.

Wakapolres Cirebon Kota Kompol Didit Eko usai meninjau lokasi dan melakukan pemeriksaan, menyatakan pelaku tawuran diduga dua kelompok yang biasa beraktivitas dini hari untuk membangunkan orang sahur.

Meski demikian pihaknya belum bisa menjelaskan ihwal peristiwa tersebut karena masih dilakukan penyelidikan. “Kami masih akan terus menggali informasi,” ujarnya


Komentar:

Tidak seharusnya para pemuda melakukan hal seperti itu. Memang benar pelecekan terhadap seorang wanita tersebut adalah perbuatan salah namun masih ada hokum di Indonesia ini yang mengatur semua. Hukum harus ditegakkan, bukan dengan adu jotos seperti yang terjadi. Di satu sisi, posisi si perempuan juga ambil andil dalam kejadian ini. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Harus diteliti juga apakah si wanita tersebut yang “memancing” terjadinya pelecehan tersebut atau tidak. Mungkin saja dari segi pakaian dia mengundang hal itu terjadi. Pihak lelaki sebagai pacarnya pun terlalu pendek pikiran. Memang sih dia harus melindungi pacarnya tersebut namun harus dilihat juga secara logika bukan dengan perasaan semata. Kalau kejadiannya seperti ini, persoalan menjadi ruwet. Bukan hanya melibatkan kedua pasang kekasih tersebut namun juga warga setempat yang tidak ada hubungannya ikut terlibat.