Selasa, 11 Oktober 2011

Anak SMA VS Wartawan

Bentrok SMA 6 Mahakam Dengan Wartawan – Hari Senin, tanggal 19 September 2011, dunia jurnalis sedang bersedih. Hal itu dikarenakan aksi mereka yang berusaha memperjuangkan nasib sesama wartawan, yakni Oktaviardi, malah berakhir bentrok dengan murid siswa SMA 6 Mahakam. Banyak korban luka pada kejadian tersebut, baik itu dari pihak wartawan maupun dari pihak siswa. Dengan puluhan wartawan yang bentrok dengan ratusan siswa tersebut, maka insan pendidikan pun terasa tercoreng dengan kejadian tersebut.

Seperti kita ketahui, kronologis kejadian itu adalah berawal dari salah satu wartawan Trans 7, yang bernama Oktaviardi, berusaha meliput berita dan mencari informasi tentang aksi tawuran antara siswa SMA 6 dengan SMA 70. Pada waktu aksi peliputan itu, kamera sang wartawan dan dia juga dikeroyok. Oleh karena itu, karena merasa senasib sebagai wartawan, para wartawan pun melakukan aksi damai dan hanya meminta pihak sekolah untuk bertanggung jawab, terutama terhadap pelaku perampasan dan pengroyokan itu.

Pada saat melakukan aksi tersebut, para wartawan menunggu Oktaviardi yang sedang mengidentivikasi si perampas tersebut. Ketika menunggu itulah, terjadi aksi olok-mengolok antara wartawan dan siswa. Kesabaran para wartawan sudah habis, tatkala para siswa mulai menyerang mereka dengan melempari botol aqua maupun balok kayu. Dan inilah awal mula bentrokan terjadi, yang aksi ricuh itu kabarnya meluas sampai terminal blok M. Karena lokasi kejadian yang lebih menguntungkan siswa, dan juga jumlah siswa yang jauh lebih besar, maka korban dari para wartawan cukup banyak. Para korban dari pihak wartawan diantaranya adalah Yudistiro Pranoto (fotografer Seputar Indonesia), Panca Syurkani (fotografer Media Indonesia), Septiawan (fotografer Sinar Harapan), Doni (Trans TV), Banar Fil Ardhi (wartawan Kompas).

Sungguh ironis memang. Di saat sekolah mereka diliput karena aksi tawuran, bukannya berusaha memulihkan nama baik sekolah, malah berbuat anarkisme. Wartawan adalah seorang kuli tinta, mereka bekerja untuk mencari berita, bukan untuk mencari derita. Sekolah adalah media pendidikan untuk belajar mencapai cita-cita, bukan media penyalur sengsara. Apalagi SMA 6 yang konon terkenal karena seringnya aksi tawuran, apakah mereka bangga dengan aksi-aksi seperti itu? Bangga dan carilah prestasi di bidang yang sesuai, bukan anarki.

Buat para wartawan, sebaiknya juga dijadikan pelajaran juga agar kedepannya lebih dapat berhati-hati dalam meliput berita. ABG adalah manusia yang labil jiwanya dan kedewasaan sifat juga masih belum maksimal, dan memilih identitas. Semoga dengan kasus ini para wartawan juga dapat mengambil hikmahnya.

Komentar:

Buat para wartawan, sebaiknya hal ini dijadikan pelajaran agar kedepannya lebih dapat berhati-hati dalam meliput berita. ABG adalah manusia yang labil jiwanya. Dalam segi kedewasaan pun masih belum maksimal dan memilih identitas. Semoga dengan kasus ini para wartawan juga dapat mengambil hikmahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar