Selasa, 18 Oktober 2011

Kasus Kemiskinan

indosiar.com Meski pemerintah sering menyatakan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin semakin baik, namun kenyataan di masyarakat, khususnya warga miskin, masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Ironisnya, kartu Gakin (keluarga miskin) terkadang tidak bisa lagi dijadikan jaminan bisa memuluskan terjaminnya kesehatan ke rumah sakit.

Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhankesehatannya oleh rumah sakit.

Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus(kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besaruntuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.

Pemerintah pun telah memberikan anggaran besar bagi kesehatan masayarakat termasuk warga warga miskin. Tahun 2004 saja dana yang dialokasikan Rp 65 miliar. Untuk tahun 2005 dana yang dianggarkan naik hingga Rp 100 miliar. Bahkan anggaran kesehatan nilainya bertambah di tahun 2007 menjadi Rp 15 trilyun.

"Kemana saja dana untuk warga miskin ini kalau kenyataannya warga miskin masih kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan," kata Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen KesehatanIndonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta saat dihubungi di Jakarta.
"Dari hasil penelitiannya 6 tahun lalu di Jakarta, kartu Gakin yang seharusnya milik wargamiskin malahan diperjualbelikan. dengan kisaran harga Rp 150.000 hingga Rp 300.000," lanjutnya.

Marius menambahkan, kendati survey itu telah dilakukan 6 tahun lalu, namun kenyataan itu sekarang masihbanyak warga miskin yang sulit mendapatkan kartu Gakin. Contoh kasus baru, balita yang ditolak 6 rumah sakit di Jakarta hanya karena orangtuanya tidak punya kartu Gakin.

"Mereka ini sudah miskin harus disuruh membuat kartu Gakin. Membuat kartu Gakin itu butuh proses dan itu berarti perlu modal uang. Sebaiknya kartu Gakin dibuat langsung oleh Ketua RTsetempat dimana dia sendiri yang tahu persis berapa banyak warga miskin di wilayahnya dan siapa saja. Tidak adanya kartu Gakin akhirnya membuat banyak warga miskin berobat dengan Surat Keterangan Tidak Mampu atau SKTM," katanya.


Komentar:
Peristiwa seperti ini sangat disayangkan bisa terjadi di Indonesia. Janji pemerintah untuk berusaha memberikan perlindungan terhadap warga negaranya justru disalahgunakan olehmember pemerintah itu sendiri. Anggaran dana yang selama ini sudah disiapkan akhirnya tidak sampai juga ke tangan yang membutuhkan. Kejadian ini bisa disebabkan oleh 2 faktor yaitu kurangnya komunikasi antara pemerintah dengan instansi kesehatan atau tata cara pengurusan yang sebenarnya seperti apa. Bisa saja kesalahan memang dari si pasien yang sering kali malas mengurus surat keterangan. Atau bisa juga kesalahan memang dari instansi rumah sakit yang tidak mau menerima pasien miskin karena pembayarannya yang sulit dan tidak mendatangkan profit bagi perusahaan tersebut.

1 komentar: